Pages

Ads 468x60px

Kamis, 29 Mei 2014

LATAR BELAKANG PEKABARAN INJIL DI SUKU KARO



(Versi GBKP)

Sejak permulaan abab ke XIX Pekabaran injil telah tiba di Sumatera Utara dibawa oleh Badan-Badan Zending seperti Zending Babtist, Ermelo (Belanda). Pekerjaan itu baru berhasil sebesar-besarnya setelah Rheinisch Mission Gesellschaft (RMG) sejak tahun  1861 menyebarkan Injil ke pedalaman tanah Batak. RMG telah menetapkan seluruh Tapanuli, Nias dan simalungun menjadi wilayah pelayanannya. Dengan Demikian hanyalah wilayah Karo yang belum dilayani.
J.Th. Cremer, bekas Direktur Maskapai Deli (1873-1884) yang pada waktu itu adalah anggota Parlemen Rendah Belanda mengemukakan kepada sidang Parlemen tentang keadaan orang Karo yang masih terbelakang dan yang sampai saat itu belum mendapat pendidikan Barat seperti saudara-saudaranya orang Batak Toba di  Tapanuli. Ia juga mengemukakan bahwa, sekarang wilayah ini sudah terbuka dan dikunjungi oleh suku-suku bangsa indonesia lain. Orang Karo perlu dididik supaya kelak dapat ikut dalam arus kemajuan yang dibawa oleh Pemerintah Kolonial , dan injil perlu segera diberitakan kepada mereka sebelum mereka beralih agama kepada agama yang lain. Ia juga menambahkan bahwa pekerjaan ini telah lebih mudah dijalankan, sebab jalan-jalan sudah dibuka maskapai Perkebunan sampai ke kaki-kaki Bukit Barisan.
Mengingat Kenetralan Pemerintah Belanda dalam agama, maka tugas itu tidaklah menjadi beban Pemerintah, dan juga tugas pendidikan belum dapat dijalankan Pemerintah oleh sebab itu belum seluruhnya wilayah Karo berada dibawah kekuasaan Belanda.
Akhirnya Cremer mendekati Nederlands Zenedeling Genootschap (NZG) dan mengusulkan agar NZG mengambil tanggung jawab penginjilan terhadap orang Karo dan ia sendiri bersedia mencari dana untuk maksud tersebut. Usul Cremer ini dipandang baik oleh NZG. Mengingat keterbatasan NZG dalam keuangan, maka NZG bersedia menerima bantuan dana yang akan diusahakan Cremer.
Permulaan Perkabaran Injil 1890-1900

NZG mengutus H.C. Kruyt untuk memulai perkabaran injil ditengah-tengah orang Karo. Ia adalah anak Pdt. J.Kruyt salah satu pelopor Perkabaran Injil di Mojowarno Jawa Timur. Sewaktu ia diminta oleh NZG memulai perkabaran injil diantara orang-orang Karo, ia bertugas sebagai Kepala Sekolah di Tomohon Minahasa. Ia dan isterinya menerima tugas ini dengan senang hati. 
Pada tanggal 18 April ia bersama-sama dengan pembatunya Nicolas Pontoh tiba di Medan dengan kapal laut sedang isterinya masih tinggal di Mojowarno. Setelah mengadakan perjalanan peninjauan sebanyak tiga kali maka ia menetapkan Buluh Awar sebagai pangkalan pertama Perkabaran Injil.
Pemilihan tempat ini adalah dengan beberapa pertimbangan :
1.Desa ini terletak ditepi jalan yang dilalui para pejalan kaki dari Dataran Tinggi Karo ke Belawan.
2.Jumlah penduduknya ada sebanyak 200 jiwa.
3. Desa dekat dengan desa-desa lain sekitarnya, khusunya desa Ketangkuhen. Didesa Ketangkuhen ada seorang Guru atau Dukun Besar yang oleh Kruyt diharapkan dapat mengajarinya tentang adat dan kepercayaan orang Karo.
4.Jalan-jalan perkebunan mudah dicapai dari desa ini.
H.C. Kruyt mulai menetap di Buluhawar sejak tanggal 2 juli 1890 dengan menyewa sebuah rumah reot milik penduduk dengan sewa 16 dollar per bulan.
Ia mulai pelayanannya dengan bercakap-cakap dengan penduduk desa mulai dengan bahasa melayu dan membuka poliklinik dirumahnya. Orang-orang segera berdatangan kerumahnya meminta obat dan ada yang hanya ingin tahu. Dengan itu Kruyt juga segera mahir berbahasa karo dan menjalin persahabatan dengan penduduk dan pejalan kaki dari gunung, diantaranya Pengulu Seberaya. Ia diundang oleh Pengulu Seberaya mengadiri pesta Pekuwaluh ( Penghanyutan Abu Jenazah). Kruyt tidak jadi pergi karena tidak diijinkan oleh Pemerintah. Hasratnya berkunjung kesana begitu besar, sehingga akhirnya terlaksana pada tahun 1891.
Kruyt telah yakin bahwa injil akan dapat berkembang diantara orang-orang Karo. Oleh sebab perasaan optimis ini , maka kruyt pun mendatangkan 4 orang guru Minahasa yang akan membantunya. Tapi sebelum guru-guru itu sempat ditempatkan di desa-desa , ia minta berhenti dari dinas NZG dengan alasan bahwa ia ingin melanjutkan studi Sekolah Tinggi Teologia. Demikianlah ia meninggalkan Buluhawar pada tahun 1982 sebelum seorangpun dibaptiskan.
Sebagai gantinya tibalah Pdt.J. Wijingaarden pada bulan Desember 1892 yang sebelumnya telah bekerja di Savu. Wijingaarden dan Nyoya tidak mengenal letih dan tidak membuang kesempatan yang ada. Oleh sebab itu ia segera menempatkan para guru-guru Minahasa di desa-desa, yaitu B.Wenas di Salabulan, H.Pesik di Tanjungberingin, J.Pinontoan di Sibolangit, Richard Tampenawas di Pernengenen sedang N.Pontoh tetap tinggal di Buluhawar.
Penempatan guru-guru ini sebenarnya atas undangan kepala-kepala desa,sebab mereka mengerti akan manfaat pendidikan Barat. Oleh sebab itu sekolah dan tempat tinggal guru-guru tersebut dibangun penduduk dengan cara bergotong royong. Sekolah di Salabulan kemudian ditutup dan  dipindahkan ke Bukum pada tahun 1896. Diluar jam-jam sekolah guru-guru ini mengabarkan injil kepada penduduk desa dengan mendatangi mereka ke rumah-rumahnya, ladang-ladang dan jambur atau balai desa.
Tuhan memberkati pelayanan mereka. Pada tanggal 20 Agustus 1893 terjadilah pembaptisan pertama terhadap orang Karo, yaitu : Sampai Bukit dengan isterinya Ngurupi Br Sembiring, Beserta anak mereka yang bernama Pengarapen Bukit, Nuan Barus , Tala Barus keduanya bersaudara dan masih muda, dan Tabar Bukit.
Tak lama kemudian wijingaarden jatuh sakit diwaktu perjalanannya ke Pernengenen. Setelah Berobat beberapa hari ia meninggal dunia di Rumah Sakit Perkebunan di Medan. Sebelum Menghembuskan nafas terakhir, ia meminta isterinya untuk supaya tetap tinggal di Buluhawar meneruskan Pelayanannya sampai penggantinya tiba. Nyonya Wijingaarden menepati amanah ini, dan ia tinggal di Buluhawar sampai beberapa bulan lagi sampai pekerjaan dapat diteruskan M.Youstra yang tiba pada bulan Februari 1894.
Youstra sangat berbakat dalam bahasa. Ia menyusun tata bahasa Karo, mengalih bahasakan  istilah-istilah teologi, menterjemahkan 104 Ceritera Alkitab ke dalalm bahasa Karo dan mengarang bahan bacaan anak -anak sekolah minggu dan lain-lain. Ia menggerakkan gotong royong membangun sawah untuk Buluhawar.
Dari perkunjungannya ke Tanah Tinggi Karo, ia memutuskan agar Perkabaran Injil segera dapat dijalankan disana, meskipun wilayah itu belum sepenunhya dikuasai oleh Belanda. Ia meminta Ijin kepada Badan Zending untuk mengadakan pendekatan ke RMG untuk meminta bantuan tenaga. Ia berangkat ke Toba pada tahun 1898. Sebagai hasil perkunjungan ini, maka tahun 1899 RMG mengutus Pdt. H.Guillaume membantu NZG untuk wilayah Tanah Tinggi Karo. Oleh sebab ijin mengabarkan injil kesana belum diperoleh, maka buat semetara Guillaume bertempat tinggal di Bukum, sambil menjadi peserta Resort Bukum yang wilayahnya sampai ke Serdang. Dalam kurun waktu 1899-1904 ia berpuluh kali mengunjungi Tanah Tinggi Karo. Pada tahun 1902 sudah keluar ijin mengabarkan injil di Tanah Tinggi Karo, dan sibayak Pa Pelita dari Kabanjahe juga memberi ijin kepadanya bertempat tinggal di Kabanjahe. Ia pun segera merencanakan membangun rumah di Kabanjahe pada akhir tahun 1902 . Tetapi sayang bahan papan yang telah tersedia, pada suatu malam dirampas orang. Dengan sedih Guillaume menulis surat kepada kantor Zending di Belanda tentang peristiwa tersebut, ia menutup suratnya dengan :" Kiranya papan itu kelak menjadi permulaan dari gereja-gereja diwilayah ini ".
Bersama Guillaume tiba dua guru injil yaitu M.L. Siregar yaitu putera dari Pendeta Batak pertama dan Nahum Tampubolon. M.L.Siregar melayani ditengah-tengah orang karo dari Buluhawar, Bukum, Pancur Batu dan Kutajurung, Sibolangit sampai pensiun pada tahun 1938, sedang Nahum Tampubolon segera pulang ke daerah asalnya.
Pendeta J.H.Neumann tiba pada tahun 1900. Beberapa waktu ia tinggal di Buluhawar tetapi kemudian ia memilih Sibolangit menjadi tempat kedudukannya. Pemilihan tempat ini adalah karena sudah agak pasti bahwa jalan akan dibuka melalui Sibolangit ke Bandar Baru dan selanjutnya ke Kabanjahe. Selain mengabarkan injil dari desa ke desa dan membangun sekolah-sekolah , Neumann membuka klinik di Sibolangit. Ia dibantu oleh Pa Ngamper Tarigan yang sebelumya juga bertugas sebagai penginjil. Kemudian Neumann terkenal dengan tulisan-tulisannya mengenai kepercayaan kristen,kebudayaan karo dan menterjemahkan Perjanjian Baru dan Perjanjian lama kedalam bahasa Karo. Sejak Neumann di Sibolangit peranan Buluhawar sebagai pangkalan pelayanan menjadi berkurang. Akhirnya seluruh dusun dilayani dari Sibolangit, Dan terbentuklah Klasis Sibolangit kurang lebih tahun 1920

Perkembangan PI 1905-1915
Dalama kurun waktu ini terdapat dua perkembangan . Pertama adalah waktu untuk mengkabarkan Injil ke Tanah Tinggi Karo yang telah lama dinanti-nantikan terwujud dengan menetapkan Pdt.E.J. Van den Berg di Kabanjahe pada tanggal 10 April 1905. Ia dibantu oleh guru-guru lulusan Sekolah Guru Cepat yang dipimpin Youstra di Buluhawar  dan oleh Neumann di Sinbolangit sejak tahun 1900. Segera setelah bertempat tinggal di Kabanjahe, ia membuka sekolah dan mengabarkan injil. Sekolah pertama di Kabanjahe dibuka pada tahun 1905, gurunya bernama Tuhan Purba dan kemudian Renatus. Dengan pertolongan Sampai Bukit yang telah dibaptis di Buluhawar, ia memulai pekabaran injil dan membuka sekolah di Bukit. Gurunya adalah Ngendes Tarigan (Pa Dina). Kemudian ia juga membuka sekolah di Dokan, gurunya bernama Menteri Ketaren, yang sebelumnya dibawah bimbingan Neumann telah menjalankan perkabaran injil di Resort Sibolangit. Sekolah juga dibuka di Cingkes, gurunya bernama Deman Ginting. Pada tahun 1908 berlangsung pembabtisan pertama di Kabanjahe. Antara tahun 1908-1915, Bukit dan Dokan. Yang dibabtis pada tahun 1910 terdapat Sibayak Pa Mbelgah, terkenal sebagai pemberani.
E.J van den Berg membuka sekolah-sekolah dibanyak tempat, antara lain di Lingga, Naman, Berastagi, Ajibuhara,Barusjahe, Batukarang dan Sarinembah. Ia membuka poliklinik umum dan lepra yang kemudian berkembang menjadi Rumah Sakit Zending dan R.S Kuta Lau Simomo.
Van den Berg sangat tekun bekerja dan pandai bergaul dengan penduduk maupun raja-raja. Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru, maka NZG membuka Sekolah Guru yang lebih tinggi tarafnya yang telah dibuka oleh Youstra di Berastagi. Guru-gurunya adalah G.Smit merangkap kepala sekolah, H.Pesik, G.C. Rompas dan Moningka, ketiganya berasal dari Minahasa. Sebelum ditutup pada tahun 1920,sekolah sempat menerima murid 4 kali.
Perkabaran injil juga dikembangkan kedaerah Serdang dengan penempatan L.Boadaan di Kotajurung, pada tahun 1910. Di Kutajurung dibuka sekolah Zending. Seperti halnya Neumann diangkat pemerintah mengawasi sekolah-sekolah Pemerintah di Deli hulu, demikian juga Bodaan diangkat menjadi pengawas sekolah-sekolah pemerintah di Serdang. Setelah 5 tahun melayani di Kutajurung L.Bodaan pindah ke Kabanjahe dan ia digantikan oleh van den Berg(1917-1919)
Berdasrkan statistik keanggotaan maka dalam 10 tahun masa kerja di Tanah Tinggi jumlah yang dibaptis hampir sama dengan 25  tahun masa kerja didusun. Seluruh anggota jemaat setelah 25 tahun baru 962 orang, terdiri dari resort Sibolangit 337 orang, resort Kutajurung 174 orang, sedang Resort Kabanjahe 451 orang.  

Kemandekan Pekabaran Injil 1915-1925
Setelah mengalami perkembagan yang baik antara tahun 1900-1915 maka terjadi kemandekan 10 tahun lamanya. Menurut laporan E.J. van den Berg yang melayani di Resort Serdang dari tahun 1917-1919, hampir semua yang telah dibaptis pada kurun waktu 1893-1918 tidak ada yang aktif ke Gereja. Bersamaan dengan itu, murid-murid sekolah juga berkurang secara menyolok. 

Sebab-sebab kemunduran ini :
1.Orang mulai kurang percaya ajaran moral dan pendidikan yang dikembangkan Belanda, sebab orang Eropah sendiri berperang satu dengan yang lain dalam Perang Dunia I
2.Orang tidak melihat kegunaan menjadi Kristen.
3.Orang Belanda hanya menyuruh orang lain menjadi Kristen,menghormati hari minggu, tetapi mereka sendiri tidak ke Gereja.
4.Pada waktu itu timbul gerakan Si Parhudamdam, yaitu satu gerakan nasional yang religius yang berasal dari Toba, memasuki Karo melalui Serdang. Gerakan ini anti  Belanda, anti pajak, anti pengobatan Belanda dan anti sekolah dan juga anti gereja.

Pikiran rakyat yang berkembang ini, membuat anak-anak menarik diri dari sekolah-sekolah. Dalam pada itu Pemerintah Belanda tidak memberikan subsidinya, jika jumlah murid tidak memenuhi ketentuan Pemerintah. Oleh sebab jumlah murid kurang dari ketentuan, maka sekolah Zending akhirnya ditutup pada tahun 1920. Pada bulan-bulan pertama tahun 1918 tidak ada orang yang mau berobat ke Rumah Sakit Zending di Sibolangit. Gerakan itu tidak sampai ke Tanah Tinggi Karo , Namun pikiran kritis terhadap Orang Barat terasa dimana-mana.

Pertumbuhan Baru 1925-1940
Para pendeta NZG ,melalui konfrensi-konfrensinya berusaha mengembalikan perkembangan dan pelayanan Gereja dengan :
1.Penataan ulang penempatan Pendeta. Dalam rangka ini Resort Kutajurung dipindahkan ke Gunung Meriah. ada dugaan bahwa hubungan Bangun Purba - Seribu Dolok akan sama seperti Medan-Kabanjahe. Kutajurung dijadikan tempat kedudukan Guru jemaat yaitu Guru Julius Raintung dari Minahasa(1918-1925).
2.Membatalkan Resort Sarinembah dan mengembalikannya ke Resort Kabanjahe, serta menutup Resort Barusjahe dan jemaat Barusjahe digembalakan oleh Guru Jemaat Siam Ketaren dan selanjutnya oleh Juai Sembiring Meliala.
3.Memulai lagi penempatan guru-guru agama baru bekas siswa Sekolah Guru di Raya.
4.Menempatkan sebagian dari mereka menjadi Guru-guru sekolah swasta, yang mulai bermunculan 1920-an.
Kendati usaha ini sangat lamban. Barulah pada tahun 1925-1940 terjadi lagi perkembangan baru timbul di seluruh daerah. Jemaat juga berkembang di Langkat Hulu sejak Perkabaran Injil dimulai dimasa pada 1922.
Ada beberapa hal yang perlu kita catat dalam proses perkembangan ini :
1.Tanah Tinggi Karo mengalami kemakmuran dibanding kurun waktu sebelumya. Kemakmuran ini terjadi oleh karena wilayah itu menjadi sumber sayur-sayuran, buah-buahan dan bunga. Beberapa daerah muncul sebagai penghasil beras oleh sebab sistem irigasi yang dijalankan Pemerintah.
2.Semangat mencari pendidikan muncul kembali. Dalam kaitan ini dibukakan sekolah yang berbahasa Belanda di Kabanjahe pada tahun 1922 oleh Raja-raja Berempat sedang pelopornya E.J van den Berg dan selanjutnya S.D Keristen berbahasa Belanda ditahun 1933.
3.Rumah sakit Zending di Kabanjahe dan Sibolangit, mulai pula mendirikan klinik-klinik dibanyak tempat dataran Tinggi Karo dan Deli Hulu.
4.Kedatangan John Mott ke Indonesia (1925) mendorong Pendeta-pendeta NZG mengadakan pelayanan terhadap pemuda dan wanita. Dapat dikatakan sejak tahun 1930-an Gereja telah melayani pemuda-pemuda dan wanita-wanita melalui sepakbola , musik, kerajinan tangan dan dengan mendirikan asrama pria dan asrama wanita di Kabanjahe dan Medan.
Pelopor-pelopor pelayanan dibidang Kategorial dikalangan Wanita, adalah Nyoya van den Berg, Nyonya de Kleijen dan zuster Meyer, sedang dari anggota jemaat dalah Pertumpuan br Purba, Nimai br Purba dibantu oleh guru-guru pengasuh yang dinamai guru-guru CMCM(Christelyk Meijes Chub Madju) yaitu Bakul br Suka, Dina, Perembahen br Barus, Hanna br Munte, Nungkun br Manik, Nawari br Tarigan Tua, Martha br Munthe, Megiken br Sinuraya, Rehulina br Ketaren, Christina br Meliala, Tenteng br Sinulingga dan Lemah br Sinulingga. Pelopor dibidang pria oleh Pdt.W.A Smit yang mendirikan BKDK (Bond Kristen Dilaki Karo ). Diluar BKDK bergerak Pdt. Jansen Schoonhoven, Pdt.H.Vuurmans, pendeta Resort Kabanjahe dalam sepakbola dan Penelaah Alkitab. Dari orang karo yang bergerak di BKDK terdapat guru agama Ngikut Ketaren,J.A. Sebayang dan lain-lain. Ketua BKDK di Sibolangit adalah G.Siregar. Dibidang musik terkenal penggeraknya adalah Bilik Purba, Rumpia Bukit dan Rumani Barus dan Adniel Layari Surbakti.
Untuk menampung perkembangan ini NZG membuka Sekolah Guru Agama  pada tahun 1924, 1929 dan selanjutnya 1935 yang dipimpin Pdt. J.H. Neumann dan kemudian oleh Pdt.J.van Muylwijk.
Melihat perkembangan yang menggembirakan itu dan mengingat pula kemungkinannya terjadi Perang Dunia II, maka mulailah dibicarakan pembentukan suatu organisasi untuk jemaat-Jemaat Karo dalam Bentuk Synode. Besarlah peranan DR.H.Kraemee yang turut mendorong Pendeta-pendeta ,Guru-guru jemaat dan pendeta-pendeta mencapai kemufakatan pada pertemuan yang diadakan di Kabanjahe 1939. Selanjutnya Pendeta W.A.Smit mempersiapkan sebuah tata gereja.
Demikianlah pada Sidang Synode pertama di Sibolangit pada tanggal 21-23 Juli 1941 terbentuklah Synode Gereja Batak Karo Protestan. Dan pada waktu itu juga dibaptiskan dua Putera Karo setelah mereka mengakhiri studynya di Seminari Sipaholon, bernama Palem Sitepu dan Thomas Sibero. Ketua Synode ialah Pdt.J.M van Muylwijk, sedang sekretarisnya Gr.Agama Lucius Tambun.
Masa Sulit Pendudukan Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan 1940-1950

Pertumbuhan Kembali terhalang waktu tentara Jepang menduduki Indonesia, sejak tahun 1942 sampai tahun 1945. Dalam masa ini terjadi kesulitan-kesulitan hidup, sebab tidak ada tersedia cukup keperluan-keperluan pokok seperti makanan, pakaian dan obat-obatan.
Pada pihak lain tentara Jepang sering melakukan tindak kekerasan menembak,menahan dan menyiksa serta mengadakan kerja paksa membuat benteng-benteng pertahanan. Rakyat diadu supaya saling mencurigai. Dalam keadaan inilah Gereja yang baru saja mengadakan Synode hidup dan melayani. 
Selain dari masalah-masalah yang dihadapi masyarakat umumnya, gereja menghadapi :
1.Lemahnya organisasi yang seyogyanya mengatur pelayanan secara keseluruhan.
2.Tidak ada lagi kas umum.
3.Kurangnya tenaga pelayan oleh sebab Pendeta Belanda telah ditangkap, dan beberapa Guru Injil tidak bersedia lagi melayani.
4.Kecurigaan Jepang terdahap umat Kristen.

Sungguhpun demikian dalam kurun waktu ini terjadi dua kali Sidang Synode, yaitu Juli 1942 dan September 1943. Dalam sidang Synode 1943 dipihlah Pdt Th. Sibero menjadi Ketua Synode.
Sungguhpun kesulitan-kesulitan tersebut jumlah pengunjung gereja tetap banyak dan sakramen tetap dijalankan. Setelah berakhir pemerintahan Jepang, keadaan bukan makin tenteram karena Republik Indonesia yang baru di proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 diserang oleh tentara Belanda. Sebahagian besar penduduk Karo meningggalkan desa asalnya mengungsi ke Alas dan Dairi.
Dalam suasana perang ini orang-orang Kristen tetap setia mengadakan kebaktian dimana mungkin. Kalau dibaca statistik baptisan maka dalam masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia terdapat kira-kira 1000 orang yang dibaptis.

Koreksi Penting yang perlu dikritisi adalah:
1. Makna keterbelakangan orang Karo yang dimaksud Cremer. Apakah lebih kepada keprihatinan keterbelakangan atau karena pemberontakan yang gencar dilakukan oleh  orang Karo terhadap perusahaan-perusahaan Belanda mengingat beliau adalah Pengusaha dan seorang politikus. (seseorang bertindak karena pengalaman dan tuntutan situasi).
2. Apakah orang Karo mengenal gerakan Parhudam-dam? (Mengingat Tulisan Ritha Smith Kipp yang juga menguraikan alasan kemunduran Perkembangan Kristen Karo di masa itu)

sumber referensi:

Selasa, 27 Mei 2014

KEJURUN SERDANG (KERAJAAN SERDANG)

Oleh : Tua Raja

[fiksi]



            Jauh sebelum kedatangan orang-orang dari Barus, Nageri Lau Petani telah dihuni lebih dahulu oleh orang – orang rantau Pagaruyung. Karena suka merantau orang – orang Pagaruyung ini banyak meninggalkan tanah mereka di Nageri Lau Petani. Nageri Lau Petani yang luas dan tanahnya yang ramah bagi setiap penghuninya menjadi lokasi perantauan yang bagus bagi setiap orang yang baru kalah dari peperangan. Puncak – puncak gunung di Daksina dan tanah menurun ke Utara adalah gambaran alam Nageri Lau Petani.
            Kedatangan pedagang Arab ke Barus, selain membawa dampak positif bagi perkembangan dunia perdagangan Andalas juga menjadi ancaman bagi kaum Barus yang amat besar ini. Selain berdagang kaum Arab ini juga menyebarkan ajaran Islam yang sangat berbeda dengan ajaran kaum Barus ini. Seperti layaknya dari zaman ke zaman, bahwa anak rantau yang tahan derita akan lebih mampu bertahan hidup dan semakin jaya. Dan jaya. Agama Islam telah berdiri di Tanah Barus. Surau – surau telah berdiri ratusan di seluas Tanah Barus. Setiap sore, kumandang nyanyian memuji kebesaran Dibata berbahasa Arab selalu berkumandang.
            Orang – orang Barus juga telah banyak yang menjadi Islam. Mereka meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Yang telah ratusan dan ribuan tahun menjadi pedoman hidup mereka dan menjaga keterntraman hidup kaum – kaum Barus. Namun, tidak sedikit juga kaum Barus ini yang senang dengan ajaran Islam yang baru itu. Mereka lebih memilih mencari daerah baru untuk hidup dengan Butara Sang Dibata yang akan memberikan damai dan yang akan menuntun hidup mereka menuju tanah yang memberi hidup bagi yang patuh kepada Dibata.
            Kaum yang berpindah ini bukan sedikit jumlahnya. Mereka bergerak serentak dengan kuda dari Tanah Barus menuju kea rah Barat dan Utara mencari tanah yang belum dihuni atau setidaknya masih dapat memuat kaum Barus ini. Mereka akhirnya tersebar menurut keturunan mereka. Ada yang menetap dengan penduduk yang mereka temui. Ada juga yang mendirikan Kuta baru sesuai dengan nama keturunan mereka. Tanpa mereka sadari bahwa mereka telah menjadi kaum yang sangat besar dan tersebar di Pulau Perca ini. Kaum terbesar mereka tetap menamai diri mereka adalah Barus. Sedang yang lainnya masih tetap mengaku bersaudara apabila bertemu sekalipun memakai nama nenek moyang mereka dibelakang namanya.
            Nageri Lau Petani masih begitu luas untuk menampung kaum – kaum Barus ini. Karena mendapati kaum Pagaruyung sebagai pemilik tanah di Lau Petani maka kaum Barus ini rela menjadi panglima – panglima kaum Pagaruyung. Anak Beru. Kerendahan hati kaum Pagaruyung ini juga patut dipuji dan terus diingat oleh kaum Barus. Dengan hati yang lapang, kaum Pagaruyung memberikan tanah Nageri Lau Petani menjadi milik sah kaum Barus. Batas kejurun Pagaruyung dan Barus adalah Deleng Ganjang. Dari Deleng Ganjang ke sebelah Barat adalah Tanah Kaum Pagaruyung yang mendekati Laut Teba, sedangkan dari Deleng Ganjang ke arah Timur dan Utara adalah menjadi milik kaum Barus.
            Kesepakatan Raja Sumbiring, keturunan Pagaruyung ini dengan kaum Barus menjadi titik tolak persahabatan yang kuat. Dari kesepakatan itu juga kaum Barus senantiasa menerima kaum Sumbiring Pagaruyung untuk hidup di tengah – tengah mereka dengan memberikan tanah di anatara Nageri Lau Petani. Taneh Gunung Meriah. Demikian Tanah itu dinamai. Disanalah kemeriahan kaum Barus akan selalu dikenang atas pemberian Kaum Sumbiring Pagaruyung. Dan Gunung Meriah adalah satu – satunya Kuta Sumbiring Pagaruyung di tengah – tengah kaum Barus ini. Selebihnya kaum Sumbiring hidup sebagai Kalimbubu di tengah-tengah perkampungan kaum Barus.
            Kaum Barus yang lain terus bergerak ke arah Barat pulau Perca. Mereka mendirikan Kuta –kuta yang baru sesuai dengan nama kelompok mereka. Deli, Raja, Kubu Colia, Sari Nembah, Kancan, itu merupakan kuta –kuta kaum Barus yang mereka dirikan atas pemberian tanah dari Raja – raja yang mereka temui. Perjalanan kaum Barus ini berakhir pada tanah yang telah dihuni secara ramai oleh penduduk asli Pulau Perca. Ginting dan Kuta Buluh. Kuta – kuta di kedua kerajaan ini telah ramai penduduk dan karena itu kaum Barus ini hidup berdampingan dengan masyarakat di Kejurun Kaum Ginting dan Kaum Kuta Buluh.
            Kaum Barus selain di Nageri Lau Petani tidak memakai Barus dalam identitas diri mereka. hanya orang – orang di Nageri Lau Petani yang tetap menamai diri mereka Barus. Gunung Barus, sebuah puncak gunung dinamai kaum mereka demikian untuk mengenang kebesaran kaum mereka. Gunung ini juga menjadi pembatas antara Nageri Lau Petani Suah dan Nageri Lau Petani Gugung. Semua perkampungan kaum Barus masih dapat melihat puncak Gunung Barus baik yang berada di Utara maupun di Selatan Gunung Barus.
            Saat itu, kejurun Barus masih bersatu dalam persaudaraan yang rukun. Kejurun Serdang. Yaa, nama itu adalah nama kebesaran kerajaan mereka yang begitu luas. Perpecahan kerajaan ini diawali dengan sikap Raja Urung Si Pitu Kuta. Perjudi Daudas. Penjudi Keras demikian ia dipanggil oleh warganya. Seperempat tanah kerajaan di Nageri Lau Petani Gugung telah digadaikan kepada kaum Sitepu dan seperempat lagi telah dimiliki oleh Kaum Munte. Kuda – kuda warga juga telah semua diambil untuk membayar utang ke  Raja Taneh Pinem. Hal ini juga lah yang mengakibatkan tidak terlihat lagi seekor kuda pun di Tanah Urung Si Pitu Kuta. Semua kuda telah diboyong ke Tanah Pinem. Gunung Sitember. Beruntung, kaum Sitepu masih megnijinkan orang – orang Barus hidup di tanah tersebut, namun tanah itu merupakan pemberian kaum Sitepu dan menjadikan Barus sebagai saudara mereka. Mengemis di tanah sendiri.
            Penderitaan warga ini akhirnya sampai ke Tua – Tua Kaum Barus di Senembah Serdang. Berita ini dibawa oleh Perlanja Sira. Orang – orang yang membeli garam ke daerah pinggir laut Melaka, tanah kaum Pelawi, saudara mereka yang juga dari Barus. Berita penderitaan rakyat Barus Urung Si Pitu Kuta menjadi bahan perdebatan antar kaum tua – tua Barus.
            Tak lama berselang hari. Raja Urung Si Pitu Kuta di undang ke Senembah Serdang di Petumbak. Tua – tua Senembah Serdang telah berkumpul, juga hadir saat itu kelompok yang mereka hormati, kaum Sumbiring Pagaruyung Gunung Meriah. Dari Urung Si Pitu Kuta hadirlah Raja. Tubuhnya tinggi namun kurus, berkulit hitam dan matanya agak berbentuk bulat. Ia datang bersama panglima – panglimanya. Dua puluhan orang dari kaum Silangit dan Keliat. Dari pertemuan itu, tua – tua memberikan petisi bahwa Raja Urung Si Pitu Kuta tidak dapat mengganggu kepemilikan masyarakat dalam urusan pribadinya. Terutama perjudiannya. Kuda – kuda masyarakat yang telah diambil juga akan segera dikembalikan dengan bantuan dari kejurun Senembah. Hal tersebut disepakati Raja Urung Si Pitu Kuta dengan disaksikan oleh kaum Sumbiring Pagaruyung. Sore harinya, Raja Urung Si Pitu Kuta pulang bersama kaumnya dan panglima – panglimanya dengan dibekali makanan dan banyak emas juga perak. Emas dan perak begitu berlimpah di Nageri Lau Petani Suah. Hal tersebut dilakukan sebagai uang muka pengganti kuda masyarakat yang telah tergadai.
            Sifat baik susah ditumbuhkan. Sifat buruk mudah bertumbuh. Emas yang banyak, dan perak yang berlimpah itu dipakai Raja Urung Si Pitu Kuta sebagai gaji pengawal, penjagal dan modal berjudi kembali. Berita perjudiannya lama tidak sampai ke Kerajaan Senembah Serdang. Itu bukan karena apa – apa. Setiap perlanja sira yang dianggap dapat membocorkan rahasia perjudian raja maka akan dibunuh oleh penjaga dan penjagal raja. Sekalipun Perlanja Sira mengetahui sifat buruknya itu, karena perasaan takut dibunuh mereka tidak memberitahukan sebenarnya kepada tua – tua Senembah Serdang
           

“ kabar baiklah diberitakan”
            “Raja baik, masyarakat baik,”
            “semua baik”
            (“semehulinalah i turiken”
“Raja mejuah – juah, rayat mejuah – juah”
            “kerina mejuah – juah”)
 
Blogger Templates